Jumat, 11 Januari 2013

PHOTOBOOK MONTH | GERMAN PHOTO BOOKS

Inline gambar 1

Bedah Buku “Kota Rumah Kita”


Pagi yang cerah menandai acara bedah buku “Kota Rumah Kita” yang diadakan di Institut Francais Indonesia, pada Sabtu 15 Desember 2012. Buku yang bersampul karya pemenang World Press Photo: Peter Bialobrzeski, dengan tebal 381 halaman dan telah terbit tahun 2006 silam dibedah oleh Ayu Utami dan Ahmad Djuhara.
Ayu Utami sebagai penulis yang telah dikenal luas oleh masyarakat dengan karya-karyanya seperti Saman, Cerita Enrico, dll mendapat giliran pertama membedah buku ini.
Dia memaparkan pembahasan dari segi bagaimana Marco Kusumawijaya sebagai penulis buku berkomunikasi dengan publiknya (pembacanya) di mana kompleksitas yang rumit disampaikan dengan sederhana.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti “Siapa orang kota sesungguhnya? Siapa yang salah? Darimana kesalahan?” dicoba dimasukkan di dalam buku ini. Tetapi, sebagai buku yang membahas hal-hal yang bersifat ilmiah dengan mengedepankan intelektualitas tetap terdapat kelemahan. Karya para akademisi, menurutnya, memiliki kelemahan ketika tulisan mereka dipaparkan ke masyarakat luas yang sangat beragam mutu kecerdasannya. Berbicara dengan jargon-jargon dan istilah-istilah yang hanya dipahami oleh kalangan mereka menjadikan tulisannya cenderung tidak dipahami oleh masyarakat umum.
Ayu Utami membedah buku dengan cukup menghibur yang membuat peserta diskusi tertawa khususnya ketika dia menceritakan pengalaman-pengalaman yang dia alami sendiri.  Seperti ketika pertanyaan sederhana “Siapa orang kota sesungguhnya?” diajukan dalam buku, Marco menuliskan bahwa tidak bisa dibedakan lagi antara orang desa dan orang kota, karena semuanya telah jadi kota, baik kota besar maupun kota kecil.
Ayu menceritakan kisah mengenai pembantu laki-laki di rumahnya yang tidak mau membersihkan taman pada siang hari karena takut hitam dan memakai body lotion agar tampak lebih putih. Menurut Ayu, anak desa tidak lagi memahami desa karena telah terpogram dalam simbol-simbol yang sama dengan anak kota melalui televisi dan sekolah, sehingga membuat mereka tercerabut dari akarnya.
Buku yang setiap bab-nya terdapat foto karya Erik Prasetya ini kemudian dibedah oleh Ahmad Djuhara, seorang arsitek yang pernah menjadi Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta. Pembahasan yang dilakukan condong ke arah personal karena Djuhara dan Marco telah lama berteman.
Bagi para arsitek, kata Djuhara, buku ini menarik dan merupakan pengayaan, karena Marco berfungsi sebagai pemandu, pewarta, messiah, guru, pembawa berita baik dan buruk, pemikir, penata data, penyusun, pencatat, pengarah, dan pengoreksi. Dalam buku ini yang betul-betul rumah hanya dibahas satu rumah yakni rumahnya Sardjono Sani, selebihnya tentang luar rumah, tetapi tetap disebut rumah karena mengandaikan kota sebagai rumah.
Menurutnya, buku ini merupakan metamorfosa seorang Marco dari seorang yang pemarah yang tercermin dalam karya sebelumnya: Jakarta: Metropolis Tunggang-langgang, menjadi seorang yang lebih bijak. Dengan kecerdasan, kecepatan menganalisis, dan mengambil kesimpulan untuk bertanya, buku ini membagi bab-bab dengan orang kota dan kota, bagaimana kita melihat dan memposisikan diri kita terhadap kota, dan melulu adalah sebuah ajaran.
Ahmad Djuhara dalam pembedahan buku lebih bersifat akademis dikarenakan tulisan-tulisan dalam buku yang dia bahas memang demikian sifatnya seperti JakArt, Aga Khan Award, dan tentang Wendy Brauer pencipta Green Map. Kesan yang ingin disampaikan yakni fungsi Marco yang mengajak kita membangun Jakarta yang cerdas, serta menjadikan Jakarta bisa mencerdaskan orang lain juga.
Sesi tanya jawab para peserta merupakan lanjutan dari acara bedah buku ini. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan para peserta, namun ada satu pertanyaan yang pembahasannya berlangsung menarik dan berkepanjangan sampai habisnya acara. Yaitu pertanyaan tentang subjektifitas individual dalam menghadapi modernisasi pembangunan kota. Marco yang menjawab pertanyaan ini mengatakan bahwa subjek harus mampu menyikapi modernitas agak tidak tergilas begitu saja. Modernitas yang membawa kegalauan karena berkaitan erat dengan urbanisasi dan kolonialisasi. Kita tidak bisa menerima begitu saja apa yang terjadi dalam hidup kita seperti yang dikatakan Chairil Anwar kepada HB Jassin “Aku akan bikin perhitungan habis-habisan dengan begitu banyak di sekelilingku”.  Berdasarkan perkataan Chairil tersebut ingin ditunjukkan bahwa kota akan menjadi lebih baik bukan dikarenakan gubernurnya atau satu dua orang saja, tetapi semua warganya/semua subjek mampu membikin “perhitungan” terhadap kotanya sendiri melalui proses yang cerdas.
Lanjut Marco, kota pada kenyataannya (yang pahit) dibangun oleh mimpi-mimpi orang tertentu yang tidak mencerminkan mimpi semua orang. Namun inilah yang ingin dibangun Marco dalam buku ini yakni partisipasi semua orang atau warga kota berdasarkan pengetahuan yang mendalam. Kegalauan dihadapi bersama dengan cerdas, dengan pikiran yang rasional tanpa prasangka primordial. Dengan kata lain, subjek harus menghadapi modernisasi pembangunan kota tanpa kehilangan harga dirinya sebagai manusia. Tepatlah seperti yang disimpulkan Ayu Utami dan Ahmad Djuhara bahwa dengan membaca buku ini bisa mengubah cara pandang kita yang baru mengenai segala hal.
Tertarik membaca lebih jauh buku “Kota Rumah Kita” ?

Senin, 10 Desember 2012

JERIN: Buchvorstellung „Raden Saleh Der Beginn der modernen indonesischen Malerei“

RADEN BUKU 1x.JPG

Im Juni 2012 fand die erste große Werkschau des javanischen Malers Raden Saleh (1809 – 1880) in der Galeri Nasional Indonesien statt. Es wurde ein legendäres Kulturereignis in Jakarta: In weniger als drei Wochen kamen mehr als 20.000 Besucher aus Indonesien und dem Ausland. Keine andere Kunstausstellung in Jakarta dürfte je einen solchen Publikumszuspruch erfahren haben.
Sechs Monate später bringt das Goethe-Institut Indonesien mit Unterstützung der Deutschen Botschaft nun das erste umfassende Buch über Leben und Werk des javanischen Künstlers heraus. Am 11.Dezember soll der Band, der in drei getrennten Sprachfassungen (Indonesisch, Englisch und Deutsch) erscheint, der kunstinteressierten Öffentlichkeit in Jakarta vorgestellt werden.
Autor des Buches ist der Kurator der Ausstellung Dr. Werner Kraus. Als ausgewiesener Kenner der Kunstgeschichte Südostasiens hat er große Teile seines Lebens dem Werk Raden Salehs gewidmet. Das Buch fasst diese jahrelangen Forschungen in höchst anschaulicher Weise zusammen und zeichnet ein faszinierendes Bild der in jeder Beziehung außergewöhnlichen Künstlervita. Raden Salehs vielschichtige Rolle als Maler, Gelehrter und Kunsterzieher, als Sammler und Konservator wird dabei ebenso lebendig wie seine sehr besondere Beziehung zu Deutschland, zu den romantischen Künstlerkreisen in Dresden und zum Hof von Coburg.
Der knapp 400-seitige Band enthält neben dem ausführlichen Essay eine umfangreiche Dokumentation seiner wichtigsten Gemälde und Zeichnungen sowie eine große Zahl von Illustrationen und Porträts Raden Salehs aus der Sicht seiner Freunde und Verehrer.
Teil der Buchpräsentation am 11.Dezember ist auch die Preisverleihung zum Essay-Wettbewerb über Raden Saleh, zu dem das Goethe-Institut zusammen mit der Badan Kerjasama Kesenian (BKKI) und den Magazinen „Tempo“ und „Historia“ junge und alte Kunstliebhaber aus ganz Indonesien zur Teilnahme eingeladen hatte. 


Sabtu, 01 Desember 2012

Exclusive: The Twilight Saga: Breaking Dawn - Part 2

Poster art for "The Twilight Saga: Breaking Dawn - Part 2."




  • Bella (Kristen Stewart) awakes -- as a vampire -- from her life-threatening labor, and her newborn daughter, Renesmee, proves to be very special indeed. While Bella adjusts to her new state of being, Renesmee experiences accelerated growth. When the Read More
  • Cast: Kristen Stewart, Robert Pattinson, Taylor Lautner, Peter Facinelli, Elizabeth Reaser, Ashley Greene, Jackson Rathbone, Kellan Lutz, Nikki Reed, Billy Burke, Chaske Spencer, Mackenzie Foy,Maggie Grace
  • Director: Bill Condon
  • Genres: Romance, Sci-Fi/Fantasy



Cast Photos

  • Kristen Stewart at the L.A. premiere of "Twilight."Kristen Stewart
  • Robert Pattinson at the 17th annual MTV Movie Awards.Robert Pattinson
  • Taylor Lautner at the 18th Annual MTV Movie Awards.Taylor Lautner
  • Peter Facinelli at the Twentieth Century Fox Television's New Season party.Peter Facinelli
  • Elizabeth Reaser at the Seventh Annual Crysalis Butterfly Ball.Elizabeth Reaser


Jumat, 30 November 2012

film : Habibie & Ainun




Produser 
Sutradara 
Pemeran 
Tanggal edar 

Sinopsis

Cahyo, berasal dari keluarga muslim taat di Yogja, bekerja sebagai chef di Jakarta. Cahyo sedang berusaha lepas dari kesedihan karena ditinggal selingkuh kekasihnya, Mitha.
Ketika nonton pertunjukan tari kontemporer dia jumpa dengan Diana, asal Padang, Katolik, mahasiswa jurusan tari dan tinggal di rumah pamannya.Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Cahyo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus ikatan tali keluarga.
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Ibu Diana memaksa Diana mengikuti kehendaknya. Itu sebabnya, Diana akhirnya memilih kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibunya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk Cahyo
Cahyo melewati masa terburuk dalam hidupnya. Cahyo berkesimpulan bahwa Diana tak ada bedanya dengan Mitha yang lari ke pelukan laki-laki lain. Di Padang, Diana berusaha mencintai Oka, dan Oka berusaha membantunya melupakan Cahyo
Ada satu yang masih sulit dilupakan Cahyo maupun Diana, bahwa mereka sesungguhnya diikrarkan bukan karena keyakinan, tapi karena cinta.

Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta


Status Belum beredar
Produser Rama AdiTia HasibuanFauzan Zidni
Sutradara Mouly Surya
Penulis 
Pemeran Nicholas SaputraAyushitaKarina SalimAnggun PriambodoLupita JenniferJajang C NoerTutie KiranaKhiva Iskak,Adella Fauzi
Warna Warna

Sinopsis

Film ini menuturkan sejumlah kisah cinta di sebuah sekolah luar biasa. Ada Fitri yang tuna netra bertemu dengan Edo yang tidak bisa bicara. Jika saja Fitri dapat melihat dan Edo dapat bicara, mereka mungkin sudah saling jatuh cinta sejak lama. Ada juga Diana yang hanya mampu melihat dalam jarak dua sentimenter. Yang ia dambakan hanyalah momen pertama menstruasi, yang sayangnya tak kunjung datang. Ketika Diana bertemu Andhika, seorang murid baru, hidup Diana mulai berubah.

Catatan

World Premiere Sundance Film Festival 2013, masuk kompetisi kategori World Dramatic Competition, yang diikuti 12 film peserta.

Drama, Comedy : Cinta di Saku Celana







Produser 
Sutradara 
Penulis 
Pemeran 
Tanggal edar 
Warna Warna